Bahkan kentutnya pun imut

Sulitnya menahan tawa adalah ketika mendapati bayi mungil, lucu, belum bisa ngomong, bermuka polos tertidur pulas dengan sangat tenang di sampingmu tiba-tiba menggeliat dan “prooot!”, astaga kecil-kecil kentutnyaa kenceng! (dalam hati) hehe. Mau ketawa juga kasian takut hatinya terluka, kalo ketawa beneran takut dia terbangun. Akhirnya kutelan saja tawaku bulat-bulat tanpa dikunyah. Kupandangi wajahnya yang tembem tapi teduh, masih pulas dan santaai sekali tidurnya, pipinya bulat halus menggemaskan minta diciuum seratus kali, dan tiba-tiba bibirnya bergerak-gerak, tersenyuuum! maniiiisssss sekali. Oh Tuhanku! Rasanya surga jatuh dari langit!

Syujun 38 weeks 6 days : Detik-Detik Syujun Menyapa Dunia

10 Maret 2012 14.00 wib. Aku dan suamiku jalan-jalan keliling ngawi, bersenang-senang ga jelas di atas dua roda, ngobrol ngalor ngidul, bercanda-canda. Tawa riang kami dihempas lembut angin jalanan kota kecil kami yang tenang dan sepi. Ah, kisah klasik di atas dua roda, dan aku paling suka ketika tangannya diam-diam memegang jemariku yang melingkar di pinggangnya. Tanpa kata, hanya degup jantung yang menerbitkan senyum-senyum, tapi aku tau hatinya berbisik “Percayalah, aku akan menemanimu selamanya” .Berdua makan sate kambing dengan nikmatnya, dan sama sekali tak terpikirkan bahwa Syujun akan lahir tengah malam nanti.

16.00 wib. Sejak usia kandungan 36 minggu, aku rajin berjalan kaki. Latihan relaksasi, pernafasan, senam hamil, dan yoga kujalani, hamil kan cuma bentar jadi harus dioptimalkan semaksimal mungkin, ngelahirin cuma terjadi beberapa kali seumur hidup jadi harus diusahakan sealami mungkin. Kau tahu, persalinan bagiku adalah suatu every-woman-can-do-it thing, tantangan yang terniscayakan. Pun butuh belajar, ikhtiar, dan doa. Dan pada akhirnya, Allah yang akan megatur skenarionya dengan sangat rapi. Hari ini hari sabtu, suamiku di rumah, dan entah kenapa aku tak ingin jauh-jauh darinya, kangenn, minggu malam ia akan ke hutan lagi, pikirku. Alih-alih jalan kaki ke sawah, aku memilih jalan kaki di rumah saja, dari ujung ke ujung, belok-belok mengitai sofa dan lemari, dan diam-diam selalu kubisikkan pada Syujun, “lahirlah pada hari sabtu atau mingu aja sayang, agar ada ayah menemanimu menyapa dunia untuk pertama kalinya”.

18.00 wib. Belum ada tanda-tanda persalinan, semua masih berjalan seperti biasanya, kontraksi braxton hicks masih setia mengajak Syujun bercanda. Namun aku tetap tak ada firasat apa-apa kalau Syujun lahir tengah malam nanti.   Continue reading