Emak Kembali Bermain :’)

Alhamdulillah resmi sudah karyawanku ada dua sekarang, reseller luar negeri nambah lagi dari Singapur, makin banyak reseller rasanya makin enak, stok cepet habis hehe. Suamiku juga sangat support dengan ide2 cerdasnya, bahkan sambil Training Geothermal pun dia bikin SOP manajemen order, wkwkwk istri mana yang ga akan terharu coba?
Tapi yang paling penting adalah, my precious time terselamatkan, sekarang aku ga lagi stuck di laptop saat Aldine butuh kasih sayang.

Dulu, pas belum ada karyawan, saat jualan rada rame dan pas mau closing order pas banget pas Aldine need me, ooh rasanya pengen nangis.. Ya Allah emak macam apa aku ini, kalo ada emak-matre-award, pastilah aku jadi nominasinya. Anakku sedih-hampir-nangis aku malah ngurusin customer. Anakku butuh dipeluk aku malah ngetweet. Anakku ngompol aku malah bbm-an, anakku pengen main aku malah fesbukan, oh tidak, baru kali ini rasanya punya duit banyak tapi hati gak bahagia, ternyata kebahagiaan itu emang bukan dari duit sodara2. Camkan ini baik2. (maklum, saya kan emang jarang punya duit banyak, jadi pas punya dikit aja rasanya seneng banget, but not for this case).


Awal-awalnya bangga karena aku bisa earn money dan tetap di samping anakku, tapi lama-lama orderan meningkat tapi kok rasanya ada sekeping hatiku yang tersayat-sayat.. ketika Aldine menepuk2 pundakku, ketika Aldine tersenyum padaku, ketika Aldine menarik2 tanganku minta ditetah, ketika Aldine ngintip2 minta main cilukba, seketika itu pula air mataku tak terbendung. Aku tak bisa membohongi diriku sendiri, melting dan speechless jadi satu.

Itulah sebabnya, hari ini aku seneng banget bisa bacain buku buat Aldine, maen-maen ampe puass.. sementara earn money tetep jalan dengan manajemen yang baik oleh kedua partner tercintaku.
Alhamdulillah kegalauanku mulai terurai dan terhempaskan.
Ya Allah, terima kasih banget, aku sangat bersyukur atas segala karuniamu

Benar kata Ibu2 di ITBMotherhood

Kalo kita mau ngejalanin bisnis, wajib hukumnya punya karyawan,  biarlah customer karyawan yang pegang, anak sendiri tetep kita yang pegang

Bakmi Goreng Sang Puteri

Gadis itu membuka matanya, baru tersadar bahwa ia tertidur. Dikucek-kuceklah matanya, riap-riap rambut yang berserak di dahi ia sibakkan, berantakan namun lembut seperti habis creambath, padahal cuma pake sampo biasa. Ia pusing sepusing-pusingnya, besok ujian dan kepalanya masih berat sangat, seberat Gunung Merapi ditambah Gunung Himalaya. Terpaan demam berhari-hari akibat infeksi Salmonella thypi tak tahu diri. Alhasil di genggam tangannya pun hanya stabilo “ijo ngejreng” yang hanya pasrah mengoles judul-judul chapter saja, tidak masuk otak. Ia benar-benar malas belajar, matanya kini sayu-sayu ingin menutup lagi.

Sebenarnya ia lapar, namun raganya tak sanggup mengangkat Gunung Merapi ditambah Gunung Himalaya di kepalanya itu untuk pergi membeli makan. Dan sungguh, enzim-enzim di perutnya pun sejak tadi telah berkucuran, meneriakkan satu makanan istimewa: BAKMI.

Stabilonya benar-benar lelah mengoles kalimat, setiap huruf tergores di buku setiap sendok bakmi terbayangkan, aaah andai ada bakmi delivery pasti ia sudah memesannya sejak tadi. Namun tanpa sadar ia telah menguap lebar dan terkulai lelap hingga tanpa sadar stabilo yang masih digenggamnya menyoret sesuatu : MASLOW’s Hierarchy of Human Needs. Dan petaka itu bermula. Tiba-tiba stabilo itu meleleh, lelehannya berwarna “ijo ngejreng” itu tumpah ke bantal dan kasur. Aaaaaaa! Sontak ia berteriak, namun tiba-tiba ada suara. Continue reading