Pernah ga sih kalian ngiri. Ada temen yang PhD abroad ngiri, ada temen yang jalan2 ke Singapur ngiri, ada temen habis beli rumah 2M ngiri. Yaa.. sebagai manusia biasa pasti aku pernah, sering malah. pernah ampe nangis diam-diam, menyesali sesuatu-sesuatu yang ga jelas. Tapi kalo dipikir2, dan ketika kita mencoba melihat hati nurani, meresapi orang-orang terdekat kita, beneran orang terdekat lho ya, bukan orang yang dekat gara2 facebook (this time I call it :sumber petaka ngiri-ngirian). *maap ya facebook, at another account you are my sumber rezeki hehehe :p
Jadi nampaknya aku ni sering banget ngiri sama orang2 yang terlihat dapet anugerah besar, padahal ya sebenernya orang2 yang terlihat diberi anugerah besar itu juga ngiri ke aku (lha? pede amat :p). Kalo sudah begitu nampaknya aku harus sedikiit saja meresapi orang-orang di sekitarku, yang memandang hidup dengan sangat sederhana. Bahwa makan dengan lauk tempe saja itu sudah cukup nikmat. Bahwa sepeda bekas itu adalah sepeda terbaik buat anaknya. Aku sangat salut dan berterimakasih pada mereka, atas pelajaran hidup yang.. kalo aku selalu membanding-bandingkan aku ama orang lain, ga ada gunanya lah, toh Allah udah ngasi takdir sendiri-sendiri. Gak ada gunanya juga gue ngiri sama Agnes Monica (apa coba -_-)
Haduuh, okey, aku ga bermaksud membuat postingan ini bernuansa galau. Tapi memang ini terjadi padaku, barusan aku ngiri liat temen yang jalan-jalan abroad, karena sebenernya sejak tahun lalu Abang dan aku berencana mau ke Singapore bulan ini, apa daya ga kesampaiaaannn… dan itu rasanya sangat menyesakkan bagi gue yang sering googling best place to visitnya Singapore. Huaahh T_T, OK maybe later, I know. Case closed.
Tapi semua kengirian itu akan runtuh ketika kau melihat keceriaan gadis belia yang menemukan baju bagus di pasar pagi, super-excited ketika menemukan tas cuantik yang murah and she can afford it, yang menurut gue..ngga segitu2nya. Dia ga kepikiran ingin jalan2 ke Singapore, karena tas baru itu rasanya cukup meledakkan kebahagiaannya. Zzzzzzzztt.. *loading* tiba2 aku harus istighfar, bukankah sebenarnya kebahagiaan itu sangat sederhana. Se-sederhana ketika Abang memberiku bunga dari Wastu Kencana yang 1 tangkai harganya 4ribu Vs bunga mawar dari Plaza Senayan yang harganya 90ribu, my excitement is the same. Jadi kenapa gue harus iri pada kepura2an kebahagiaan dengan kekayaan yang sok melimpah.
Ah sudahlah, bukankah dulu aku orang yang sangat bahagia dengan hal yang sederhana such as : setangkai bunga, Jalan2 liat kebun, naik motor keliling Bandung, naik motor liat gedung2 Jakarta senja hari (that was awesome!- on weekend ya). Aaaaaaaaa… jangan-jangan terlalu banyak jualan membuatku tergila-gila pada uang, Oh NOO! *injek-injek ATM* pengen banget deh naik motor lagi ama Abang keliling Bandung, Jakarta deh. I think I just need a break.
Tiba-tiba saja aku merindukan aku yang sangat exited melihat bunga di Showakinen Park (aduuh mana sih kebun di Jakarta, Bogor, Bogor?), atau ketika aku membeli setangkai bunga deket stasiun dan Laras said it was “useless thing”, MBatari pun shock, “kok kebahagiaan lo sederhana banget sih?, kalo kebahagiaan gue apa ya, Duit! haha”, *umegaoka talks that day. Duhh, apakah kebahagiaanku berubah dari “bunga yang sederhana” menjadi “duit” sekarang? Oh Nooo.. Sayaaang.. let’s have a ride around!
Dan inilah hal yang pada akhirnya membawaku terlelap menyesali kenapa aku harus menyemai benih2 ngiri ini tu segala, ketika aku streaming “Life of Pi”, Oh my God. Udah keluarganya kelelep di samudra pasifik, terlunta-lunta di tengah samudra bersama Harimau ganas pula. Betapa naif banget ga sih hidup gue, kalo sempat2nya ngiri ama hal2 yang ga esensial, dan malah semena-mena lupa pada apa yang ada di dekat denyut nadiku, nikmat dari Allah yang paling sempurna. Langsung habis shut down laptop, kudekap anak dan suamiku, betapa aku adalah wanita paling bahagia sedunia.
Apalagi, bangun tidur pagi2 Abang menatapku dengan tatapan terima kasih, tatapan penuh cinta, tatapan yang tak ada angin tak ada hujan, *kayaknya sih karena alam bawah sadarnya pas tidur melihatku nyebokin Aldine yang eek tengah malam, habis itu Aldine lapar pula, jadi aku harus masakin dan nyuapin). Pokoknya beda lah tatapannya ama tatapan pagi kayak biasanya yang ” kaos kaki-ku dimana ya Say? Udah jam segini nih, dibekal aja deh sarapannya”. Beda. Hingga akhirnya ciuman di kening berujung manis pada gombalan pagi-pagi dengan ekspresi persis seorang lelaki yang setelah bertahun-tahun berkelana akhirnya menemukan belahan jiwanya, “Say, aku beruntuung banget punya istri kamu, Makasih ya, Gak nyangka aku say.. selama ini rasanya aku menyianyiakan wanita yang paling baiiiiikk puol, padahal kamu selalu baik sama aku, aku capek kamu pijitin, aku sakit kamu rawat, Aldine juga, Yuuh rasanya kamu benar2 melengkapi hidupku “. Huwow, dunia runtuh men! hujan bunga dimana-mana :p, padahal gue belom mandi :D